Rabu, 05 Agustus 2009

Uji Sahih Islam Liberal


Kontroversi tulisan Ulil Abshar tentang pentingnya penyegaran pemahaman Islam yang pernah dimuat di kompas beberapa waktu lalu memang mengundang banyak kalangan untuk datang, duduk dan berdiskusi, tetapi tidak sedikit yang kemudian secara sporadis menolak dan menghakimi gagasan tersebut. Padahal jelas, paradigma berpikirnya kadang berbeda.

Judul Buku : Islam Liberal dan Fundamental (Sebuah Pertarungan Wacana)
Penulis : Ulil Abshar Abdalla Dkk.
Penerbit : ElsaQ. Jogyakarta
Terbitan : I Februari 2003. II April 2003
Tebal : I-x + 290 Hal.

Hanya dalam waktu dua bulan saja buku yang merupakan antologi seputar kontroversi tulisan Ulil Abshar Abdalla yang dimuat di harian Kompas (18/11/2002) telah naik cetak untuk kedua kalinya. Sebuah prestasi yang jarang terjadi. Ide pokok dari tulisan kontroversial itu adalah bahwa ajaran Islam, sebagaimana termaktub dalam kitab suci Alquran atau yang di bawahnya, secara terus menerus harus selalu ditafsirkan sesuai perkembangan masyarakat di berbagai tempat dan masa. Keharusan ini bukan karena ajaran Islam perlu dicocok-cocokkan secara oportunistik dengan perkembangan situasi, melainkan karena tuntutan zaman dan kekhasan lokalitas memang secara objektif meniscayakan demikian.

Untuk itu ia menawarkan, pertama, penafsiran Islam yang non-literal, substansial, dan sesuai denyut nadi peradaban manusia yang sedang dan terus berubah. Kedua, penafsiran Islam yang dapat memisahkan mana unsur-unsur yang di dalamnya merupakan kreasi budaya setempat dan mana yang merupakan nilai fundamental Islam. Ketiga, umat Islam dapat lagi menganggap dirinya sebagai “masyarakat” atau “ummah” yang terpisah dari lainnya. Umat manusia adalah keluarga universal yang diikat oleh kemanusiaan itu sendiri. Kemanusiaan adalah nilai yang sejalan dengan Islam bukan berlawanan. Pada gilirannya manusia adalah sederajat sehingga larangan kawin karena beda agama, apalagi Alquran tidak secara tegas melarangnya, menjadi tidak relevan lagi dan harus diamendemen, karena tidak selaras dengan semangat kehadiran Islam. Keempat, perlunya pemisahan dalam struktur sosial untuk membedakan mana kekuasaan politik dan daerah mana yang menjadi wilayah agama. Kesimpulannya, umat Islam harus secara tegas membedakan antara Islam dan pemahaman Islam

Menanggapi tawaran tersebut, respon publik menjadi sangat beragam. Dalam buku ini minimal ada tiga kelompok. Pertama, mereka yang mendukung gagasan Ulil sehingga secara afirmatif tulisan-tulisan mereka adalah upaya meneguhkan apa yang digagas oleh Ulil. Bagi mereka, apa yang digagas Ulil sebenarnya merupakan kebutuhan mendesak dalam upaya mengawinkan agama dengan realitas sosial, sehingga diperlukan penafsiran yang kontekstual dan membumi bukan sebatas romantisme masa lalu yang memabukkan. Menurut Ratno Lukito (35) tulisan itu hanya sekedar contoh dari suara anak muda cerdas yang jenuh dengan situasi kekinian di mana Islam tidak mampu lagi di tangkap elan vitalnya oleh masyarakat. Artinya, bagaimana doktrin Islam dapat diterima dalam alam kehidupan yang sudah sangat berbeda dengan masa di mana Islam pertama kali diturunkan.


Kelompok kedua, adalah mereka yang memberikan kritik konstruktif. Dalam hal ini minimal diwakili oleh Musthafa Bisri, Haidar Bagir dan A. Gaus AF. Perbedaannya, Gus Mus mencoba mengkritisi dari metode penyampaian yang bernada “geram” dan hanya ingin membuat geram mereka yang dalam benak bayangan Ulil dianggap sebagai biang ketidak ramahan Islam di Indonesia. Saking “semangatnya” kejernihan pikiran yang seharusnya dijadikan panduan, menjadi tidak nampak. Sehingga alih-alih memerangi umat beragama yang terlalu “bersemangat” tanpa disertai pemahaman yang cukup atas agamanya, di mana sering merugikan agama itu sendiri, justru Ulil bersikap sama, karena semangatnya memerangi :”musuh Islam” telah mengaburkan kejernihan pikiran yang ingin disampaikan. Sementara Gaus selain mengkritik dari lemparan ide yang dianggapnya “lama”, juga sasaran kampanye. Baginya bukan saatnya lagi masyarakat tetapi institusi atau otoritas yang membelenggu kebebasan masyarakat dalam menjalankan apa yang diyakini dari ajaran agamanya dan bukannya mengulang dari sisi wajib atau tidaknya karena itu daerah fikih ijtihadi. Dengan cara begitu apa yang menjadi obsesi Ulil cs akan terasa lebih berarti.

Adapun Haidar Bagir mempertanyakan dari sisi metodologi berpikirnya. Menurutnya, artikel Ulil adalah kuncup-kuncup pemikiran, sementara bagaimana kemudian kuncup itu dihasilkan kurang mendapat ruang pembahasan, sehingga banyak hal yang kemudian membutuhkan penjelasan secara metodologis. Haidar mencontohkan dalam masalah jilbab, jenggot, rajam dan jubah, Ulil mencampuradukkan antara isu-isu yang memperoleh dukungan petunjuk Alquran yang dianggap valid dalah hal transmisi (qath’iy wurud) dan nyaris juga valid dalam hal makna (qathi al dilalah), seperti jilbab dan potong tangan, dengan dukungan-tekstualnya bersifat kontroversial seperti memelihara jenggot, memendekkan celana, bahkan hukum rajam (dalam Alquran masalah rajam sama sekali tidak disinggung).

Kenyatannya, keharusan memakai Jilbab, dalam makna pakaian yang menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan secara eksplisit diungkap dalam Alquran. Maka, jika hendak ditafsirkan secara lain, tentu diperlukan argumentasi yang meyakinkan. Begitu juga menisbahkan ketidak sempurnaan “Islam Madinah” kepada rasul tetap membutuhkan penjelasan lebih lanjut, karena rasul dipandu langsung oleh Allah. Kecuali nantinya dibedakan wilayah Muhammad sebagai rasul dan sebagai manusia biasa.

Pihak yang ketiga, adalah mereka yang dari awal telah membuat garis demarkasi dengan Islam Liberal. Sehingga secara tegas dan agak emosional mereka kemudian menolak dan cendrung menghakimi lontaran pemikiran Ulil tersebut. Apalagi kemudian dalam menanggapinya menggunakan metode atau pijakan awal yang berbeda. Sehingga sulit rasanya keduanya bisa dipertemukan. Bahkan mereka berdua nyaris berseberangan. Sebagai contoh ketika mengomentari pernyataan Ulil bahwa “Tidak Ada Hukum Tuhan” mereka secara sporadis menghadapkannya dengan firman Allah ”Barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, maka ia termasuk orang yang Kafir” (Qs. Almaidah 91) serta “demikianlah hukum Allah yang ditetapkannya di antara kamu. Dan Allah Maha mengetahui lagi bijaksana (Qs. Almumtahanah : 10) (Ha. 356)

Di atas semua itu, kehadiran buku ini patut kita apresiasi secara positif, karena selain mengumpulkan beberapa tulisan di berbagai media, kesempatan dan tempat yang berbeda, juga menyertakan beberapa hasil reportase dan wawancara serta sebuah posting antara Ulil dengan salah satu tokoh Islam Makasar. Posting itu menarik untuk dibaca, karena menjelaskan beberapa kata kunci yang menimbulkan kontroversi dalam masyarakat. Sehingga kumpulan tulisan ini menjadi ruang publik untuk melihat secara utuh bangunan Islam Liberal serta akar-akar yang menimbulkan kontroversi. Sebab selama ini tidak semua masyarakat kemudian bisa mendapatkan penjelasan yang memadai, karena kontroversi itu disajikan dalam media, ruang, dan waktu yang berbeda, sehingga kemungkinan terjadinya distorsi informasi menjadi sangat besar. Makanya buku ini menjadi jembatan atau pertimbangan sebelum menjatuhkan pilihan untuk membela, menolak atau menjatuhkan kecenderungan diri terhadap dua paradigma berpikir yaitu “Liberal dan Fundamental”. Atau justru menanggalkan kedua-duanya. Selamat membaca!!!

Meng-Indonesia-kan Islam


Judul Buku: Islam Universal
Penulis: Prof Dr Nurcholish Madjid, Dkk
Penerbit: Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Cetakan: I, November 2007
Tebal: xii + 342 halaman
Peresensi: Yanuar Arifin*

Dalam perjalanan sejarah Islam Indonesia, perdebatan tentang Islam selalu memberi warna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perdebatan-perdebatan tersebut biasanya bermula dari perbedaan interpretasi terhadap ajaran Islam yang seakan tidak pernah menemukan titik temu. Pada satu sisi, terdapat pemahaman yang memandang Islam sebagai agama yang ajarannya wajib diterapkan secara literal di Indonesia. Sedangkan pada sisi yang lain, juga terdapat pemahaman yang menyatakan bahwa ajaran ke-Islam-an harus berintegrasi dengan ke-Indonesia-an. Pemahaman tersebut seakan selalu berada pada tempat yang saling berseberangan. Pada akhirnya, perbedaan semacam itu, menuntut kita untuk lebih arif dalam memposisikan diri terhadap suatu pemahaman ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an.

Terdapat dua kelompok besar yang lahir dari rahim perdebatan tentang Islam di atas. Dua kelompok ini pada dasarnya adalah hasil dari respon umat Islam terhadap kebijakan pemerintah dalam persoalan politik Islam. Kelompok pertama, lebih dikenal sebagai kelompok skriptural-ideologis, yakni kelompok yang menghendaki keutuhan (kaffah) dalam memahami Islam. Kelompok ini terwakili oleh kelompok fundamentalis Islam (Islam garis keras).

Kedua, kelompok kulturalis, yaitu, kelompok yang menghendaki terjadinya integrasi antara ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an. Kelompok ini lebih kita kenal lewat gerakannya yang moderat dan toleran (kooperatif). Di antara tokoh-tokoh kelomok ini adalah Nurcholis Madjid (Cak Nur) dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Dua cendekiawan muslim Indonesia yang latar belakang pendidikannya cukup berbeda, namun mampu mengintegrasikan Islam dengan kondisi masyarakat Indonesia. Dalam menafsirkan Islam, kedua tokoh ini dianggap memiliki kesamaan paradigma berpikir. Dan, oleh beberapa kalangan, mereka dianggap sebagai sosok muslim moderat yang tidak terlalu berkehendak untuk menjadikan Islam sebagai dasar atau ideologi tunggal negara Indonesia.

Dalam membahas ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an, Nurcholis mengatakan bahwa ajaran Islam memiliki nilai-nilai universal. Artinya, Islam sebagai sebuah ajaran moral, dapat dipraktikkan di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Di samping itu juga, Cak Nur—panggilan akrabnya—memberikan catatan bahwa dalam pelaksanaannya, umat Islam harus mempertimbangkan kenyataan sosiologis masyarakat sekitarnya, termasuk dalam hal negara-bangsa.

Fakta sosiologis memberikan klarifikasi bahwa bangsa Indonesia memiliki masyarakat yang heterogen, baik ras, suku, budaya, bahasa, dan agama. Heterogenitas tersebut adalah sesuatu yang bersifat alamiah (natural). Heterogenitas inilah yang harus dipertimbangkan umat Islam dalam berdakwah. Kesadaran tentang sifat heterogen masyarakat harus benar-benar ditumbuhkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Implikasinya adalah lahirnya kesadaran pluralistik dalam masyarakat, yang pada gilirannya akan melahirkan sikap toleran, saling menghargai antarsesama manusia, baik dalam persoalan beragama maupun bernegara.

Namun, ironisnya, kesadaran tersebut belum banyak ditampilkan oleh rakyat Indonesia. Tak ayal, acap kali terjadi konflik antarumat, baik konflik antarsuku atau antarumat beragama, misalnya, konflik di Poso, Maluku, Irian dan di Kalimantan. Rentetan konflik tersebut tentunya sangat memprihatinkan. Dan, sebagai umat yang mayoritas, penganut Islam Indonesia seharusnya mampu merangkul umat agama lain untuk kembali membangun keharmonisan antarumat, dalam rangka menyelamatkan eksistensi dan keutuhan negara Indonesia. Di sinilah banyak ditekankan oleh Cak Nur bahwa dalam kerangka politik kenegaran, ajaran Islam hendaknya dijadikan landasan etik dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Buku berjudul "Islam Universal" yang ditulis Nurcholis Madjid, Dkk ini, merupakan kumpulan artikel yang membahas berbagai diskursus dan interpretasi atas ajaran Islam dan ide nasional Indonesia secara komprehensif dan kritis. Sebagai seorang cendekiawan muslim Indonesia yang lahir dengan model pendidikan modern Barat dan sekuler, bersamaan dengan kondisi negara Indonesia yang sedang dalam masa peralihan kekuasaan, dari Orde Lama ke Orde Baru. Kehadirannya dapat dikatakan telah membawa misi pembaharuan pemikiran Islam Indonesia yang sebelumnya dikenal cukup konservatif.

Kehadiran Cak Nur lewat karya-karya dan pemikirannya yang liberal dan cenderung sekuler oleh banyak kalangan ulama salaf, dianggap sebagai bentuk perlawanan atas tradisi keilmuwan Islam Indonesia yang sudah mapan. Namun, tidak sedikit kalangan yang menaruh simpati atas karya-karyanya. Hal ini mengidentifikasikan adanya ruang demokrasi dalam persoalan interpretasi agama atau keyakinan di Indonesia.

Kelahiran buku setebal 342 halaman ini, setidaknya turut memperkaya tradisi keilmuan Islam Indonesia. Buku ini sangat layak untuk dibaca dan dikaji oleh siapa pun, baik dari kalangan akademis, agamis maupun kalangan awam. Dengan harapan, selanjutnya, dalam mengkaji buku ini kita akan mempunyai pemahaman baru tentang ajaran Islam yang lebih terbuka.



Menghargai Islam Dalam Perbedaan Oleh Muh. Khamdan *


Judul Buku: Islamku, Islam Anda, Islam Kita,Agama Masyarakat Negara Demokrasi

Penulis: Abdurrahman Wahid

Penerbit: The Wahid Institute

Cetakan: I, Agustus 2006

Tebal: XXXVi +412

“Tuhan tidak perlu dibela”, karena manusia yang sebenarnya membutuhkan pembelaan manakala menerima ancaman dan ketertindasan dalam berbagai bidang, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Dengan demikian, aspek penting dalam pemikiran adalah membela orang-orang yang tertindas, karena Tuhan tidak mungkin ditindas. Inilah kunci pemikiran dalam buku Gusdur pasca-kelengserannya.

Gus Dur adalah seorang intelektual muslim yang mendunia, namun berasal dari kultur tradisi yang kuat. Pandangannya tentang berbagai pesoalan, selalu dinilai dengan universalisme Islam. Gus Dur memaknai hal tersebut dengan perspektif penolakannya terhadap formalisasi agama, ideologisasi, atau syariatisasi Islam. Penolakan demikian karena term tesebut, justru akan mengabaikan pluralitas masyarakat yang berakhir pada menguatnya tindakan diskriminasi dan penindasan dalam kelas-kelas sosial. Ini terlihat dalam teks “Islam: Ideologis ataukah Kultural?” (h.42-62).

Gus Dur juga menolak wacana negara Islam atau menjadikan Islam sebagai dasar negara. Sikap ini dilandasi dengan pandangan bahwa Islam sebagai jalan hidup tidak memiliki konsep jelas tentang negara. Pandangan Gus Dur dipertegas dalam artikelnya di buku ini “Negara Islam, Adakah Konsepnya?” (h.81). Pertama, Islam tidak memiliki pandangan jelas tentang pergantian pemimpin, karena masing-masing dari Khulafaur Rasyidin memiliki karakteristik berbeda. Abu Bakar dipilih melalui sumpah setia (baiat) dari perwakilan suku. Sebelum beliau meninggal, menyatakan untuk mengangkat Umar Bin Khattab. Intinya Umar menjabat karena penunjukan pengganti seperti presiden menunjuk wakilnya sebagai pengganti. Setelah Umar memimpin sekian lama dan berakhir usianya, beliau mengamanatkan untuk membentuk dewan perwakilan yang terdiri dari sahabat-sahabat mulia. Akhirnya, Utsman Bin Affan dipilih oleh tujuh orang anggota dewan tersebut. Untuk selanjutnya, pergolakan muncul di masa pengangkatan Ali sebagai khalifah (h.82). Dan, Alasan kedua yang dipaparkan Gus Dur untuk menolak konsepsi negara Islam adalah ketidakjelasan ukuran negara yang diidealisasikan oleh Islam. Apakah model negara mendunia, atau negara bangsa, atau hanya negara kota.

Menurut M. Syafii Anwar dalam pengantarnya berpendapat bahwa dari pandangan di atas, Gus Dur setidaknya mengikuti tipologi berfikir substantif-inklusif dalam menguraikan gagasan-gagasan politik Islam. Pemikiran ini ditandai dengan keyakinan bahwa al-Quran adalah kitab yang benar tentang aspek moral untuk kehidupan, bukan detail pembahasan obyek permasalahan kehidupan. Artinya, Islam memuat ajaran moral untuk menegakkan keadilan, kebebasan, kesetaraan, demokrasi, tetapi tidak memberikan panduan moral intuk mendirikan negara. Kedua, pemikirannya selalu berpijak pada persepsi bahwa Nabi Muhammad diutus bukan untuk membentuk negara, melainkan mengajarkan nilai-nilai universal, yaitu pada prinsip keadilan, perdamaian, dan persatuan sesama manusia.

Pemikiran tersebut akan berhadapan dengan corak pemikiran legal-eksklusif yang berpandangan bahwa Islam bukan sekedar agama, tetapi juga sebuah sistem hukum yang lengkap, yang mengklasifikasikan konsep Islam dengan 3D; din, daulah, dunya (agama, negara, dunia). Implikasinya, muncul paradigma untuk memformulasikan Islam dari tingkat negara sampai pada individu dalam bentuk konstitusi, semacam Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi. Akhirnya, langkah ini akan disusul dengan memperkuat identitas dan ideologinya dengan model ritual simbolik, bahkan cenderung pada model pemaksaan. Pada aspek kekerasan inilah Gus Dur tanpa memandang korban manapun, akan berada di garis terdepan memberikan pembelaan kendati terbaring sakit.

Buku yang disunting oleh Suaedy, Rumadi, Gamal Ferdhi, dan Agus Maftuh Abegebriel dari berbagai artikel Gus Dur di media massa ini, setidaknya menjadi cermin pengembaraan intelektual Gus Dur dari masa ke masa. Hal demikian juga diakui pengantar buku, Syafii Anwar (h.viii). “Islamku” yang dijadikan tajuk awal dari buku ini merupakan penggambaran tersendiri tentang pengalaman spiritual yang dialami Gus Dur selama ini. Dari pola radikal ikhwanul muslimin yang diikutinya sampai di Jombang Jawa Timur, tertarik nasionalisme Arab di Mesir dan Irak, sampai berlabuh pada ekletisrme yang bersifat kosmopolitan.

Namun pengalaman yang didapatkan oleh seorang Gus Dur tidak ingin dipaksakan untuk ditiru orang lain, karena beliau mengakui bahwa masing-masing individu memiliki pengalaman dan refleksi tersendiri, dan harus dihargai. Untuk itulah muncul istilah “Islam Anda”. Dan, perpaduan “Islamku, Islam Anda” yang memiliki cara pandang berbeda sekaligus standar kebenaran yang berbeda, menjadikan Gus Dur ingin merumuskan “Islam Kita”, yaitu Islam yang tidak saling memaksakan penafsiran kebenarannya kepada orang lain atau komunitas selainnya.

Buku ini terdiri dari tujuh bagian. Bagian pertama menjelaskan tentang Islam dalam diskursus ideologi, kutural, dan gerakan. Sejumlah gagasan yang menolak konsepsi negara islam, formalisasi syariat dalam konstitusi negara, sampai pada pertemuan agama sebagai ideologi, dituangkan Gus Dur dalam bab ini, yang terangkai dari delapan belas artikel seri dan terpisah.


Pada bagian kedua, terangkum dalam topik Islam, negara, dan kepemimpinan umat. Bahasa dominan dalam bab ini lebih menitik beratkan pada dimensi moral dogma normatif Islam dalam sistem kehidupan manusia. Satu titik sentral adalah penekanan pada aspek keadilan. Apa yang dikemukakan di bagian tesebut, semakin diperjelas dalam bagian selanjutnya, yaitu tentang Islam, keadilan, dan hak asasi manusia.

Sejumlah gagasan tetang relasi Islam dan ekonomi kerakyatan termasuk aspek pendidikan dan masalah-masalah sosial budaya, dibahas dalam bagian yag beruntun pada bagian empat dan lima. Dari sini pula, Gus Dur memberikan komentar tentang terorisma yang berlangsung di Indonesia. Gus Dur memberikan kritik terhadap terorisme berkenaan dengan pendangkalan terhadap dogma normatif agama Islam, terutama berkaitan dengan dalil “besikap keras terhadap orang kafir bersikap lembut terhadap sesama muslim“(Q.S, al-Fath :29) sebagai tanda muslim yang baik. Padahal, kekerasan individual apapun dilarang Tuhan, selain ketika muslim diusir dari wilayahnya.(h.300). ini sesungguhnya prinsip keislaman Gus Dur, menolak semua jenis kekerasaan itu tanpa pandang asal apapun.

Dengan pola pemikiran tersebut, bagian akhir buku ini menyodorkan gagasan Gus Dur tentang Islam dan masalah global dunia yang mengakhiri refleksi intelektualitas pemikiran Gus Dur yang mendunia, meski berasal dari kaum bersarung, yakni tradisional NU. Dan ini menjadi point bagaimana membangun model keberagamaan yang toleran dalam perbedaan.

Nama Nama Surga dan Neraka

Mungkin kita sering denger syurga Firdaus sama neraka Jahannam, tapi mungkin banyak yang gak tahu atau lupa dengan nama2 neraka dan syurga yang lain. Nih nama2 sesuai tingkatannya....

Tingkatan dan nama-nama syurga ialah :-

1. Firdaus

2. Syurga 'Adn

3. Syurga Na'iim

4. Syurga Na'wa

5. Syurga Darussalaam

6. Daarul Muaqaamah

7. Al-Muqqamul Amin

8. Syurga Khuldi

Sedangkan tingkatan dan nama-nama neraka adalah :-

1. Neraka Jahannam

2. Neraka Jahiim

3. Neraka Hawiyah

4. Neraka Wail

5. Neraka Sa'iir

6. Neraka Ladhaa

7. Neraka Saqar

8. Neraka Hutomah

KISAH ASAL USUL HAJAR ASWAD


Kemarin waktu buka2 file lama, saya nemuin file tentang cerita2 islam, terus yah...tulis aja deh di blog, kebeneran lagi musim haji juga, kan bisa bagi2 cerita. Berikut ceritanya...

Ketika Nabi Ibrahim a.s bersama anaknya membangun Ka'bah banyak kekurangan yang dialaminya. Pada mulanya Ka'bah itu tidak ada bumbung dan pintu masuk. Nabi Ibrahim a.s bersama Nabi Ismail bekerjasama untuk menyelesaikan pembangunannya dengan mengangkut batu dari berbagai gunung.

Dalam sebuah kisah disebutkan apabila pembangunan Ka'bah itu selesai, ternyata Nabi Ibrahim masih merasakan kekurangan sebuah batu lagi untuk diletakkan di Ka'bah.
Nabi Ibrahim berkata kepada Nabi Ismail, "Pergilah engkau mencari sebuah batu yang akan aku letakkan sebagai penanda bagi manusia."

Kemudian Nabi Ismail a.s pun pergi dari satu bukit ke bukit lain untuk mencari batu yang baik dan sesuai. Ketika Nabi Ismail a.s sedang mencari batu di sebuah bukit, tiba-tiba datang malaikat Jibril a.s memberikan sebuah batu yang cantik. Nabi Ismail dengan segera membawa batu itu kepada Nabi Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim a.s. merasa gembira melihat batu yang sungguh cantik itu, beliau menciumnya beberapa kali. Kemudian Nabi Ibrahim a.s bertanya, "Dari mana kamu dapat batu ini?"

Nabi Ismail berkata, "Batu ini kuterima daripada yang tidak memberatkan cucuku dan cucumu (Jibril)."
Nabi Ibrahim mencium lagi batu itu dan diikuti oleh Nabi Ismail a.s. Sehingga sekarang Hajar Aswad itu dicium oleh orang-orang yang pergi ke Baitullah. Siapa saja yang bertawaf di Ka'bah disunnahkan mencium Hajar Aswad. Beratus ribu kaum muslimin berebut ingin mencium Hajar Aswad itu, yang tidak mencium cukuplah dengan memberikan isyarat lambaian tangan saja.
Ada riwayat menyatakan bahwa dulunya batu Hajar Aswad itu putih bersih, tetapi akibat dicium oleh setiap orang yang datang menziarahi Ka'bah, ia menjadi hitam seperti terdapat sekarang. Wallahu a'alam.

Apabila manusia mencium batu itu maka timbullah perasaan seolah-olah mencium Nabi Ibrahim a.s dan Nabi Ismail a.s. Ingatlah wahai saudara-saudaraku, Hajar Aswad itu merupakan tempat diperkenankan doa. Bagi yang ada kelapangan, berdoalah di sana, Insya Allah doanya akan dikabulkan oleh Allah. Jagalah hati kita sewaktu mencium Hajar Aswad supaya tidak menyekutukan Allah, sebab tipu daya syaitan kuat di Tanah Suci Mekah.
Ingatlah kata-kata Khalifah Umar bin Al-Khattab apabila beliau mencium batu itu (Hajar Aswad) : "Aku tahu, sesungguhnya engkau hanyalah batu biasa. Andaikan aku tidak melihat Rasulullah S.A.W menciummu, sudah tentu aku tidak akan melakukan (mencium Hajar Aswad)."

WAHYU TERAKHIR KEPADA RASULULLAH SAW

Diriwayatkan bahwa surah Al-Maaidah ayat 3 diturunkan pada sesudah waktu asar yaitu pada hari Jumaat di padang Arafah pada musim haji penghabisan [Wada'].
Pada masa itu Rasulullah SAW berada di Arafah di atas unta. Ketika ayat ini turun Rasulullah SAW tidak begitu jelas penerimaannya untuk mengingati isi dan makna yang terkandung dalam ayat tersebut. Kemudian Rasulullah SAW bersandar pada unta beliau, dan unta beliau pun duduk perlahan-lahan. Setelah itu turun malaikat Jibril AS dan berkata:

"Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan demikian juga apa yang terlarang olehnya. Oleh itu kamu kumpulkan para sahabatmu dan beritahu kepada mereka bahwa hari ini adalah hari terakhir aku bertemu dengan kamu."
Setelah Malaikat Jibril AS pergi maka Rasulullah SAW pun berangkat ke Mekah dan terus pergi ke Madinah.Setelah Rasulullah SAW mengumpulkan para sahabat beliau, maka Rasulullah SAW pun menceritakan apa yang telah diberitahu oleh malaikat Jibril AS. Apabila para sahabat mendengar hal yang demikian maka mereka pun gembira sambil berkata:

"Agama kita telah sempurna. Agama kila telah sempurna."
Apabila Abu Bakar ra. mendengar keterangan Rasulullah SAW itu, maka ia tidak dapat menahan kesedihannya maka ia pun kembali ke rumah lalu mengunci pintu dan menangis sekuat-kuatnya. Abu Bakar ra. menangis dari pagi hingga ke malam. Kisah tentang Abu Bakar ra. menangis telah sampai kepada para sahabat yang lain, maka berkumpullah para sahabat di depan rumah Abu Bakar ra. dan mereka berkata: "Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat kamu menangis sehingga begini sekali keadaanmu? Seharusnya kamu merasa gembira sebab agama kita telah sempuma." Mendengarkan pertanyaan dari para sahabat maka Abu Bakar ra. pun berkata, "Wahai para sahabatku, kamu semua tidak tahu tentang musibah yang menimpa kamu, tidakkah kamu tahu bahwa apabila sesualu perkara itu telah sempuma maka akan kelihatanlah akan kekurangannya. Dengan turunnya ayat tersebut bahwa ia menunjukkan perpisahan kita dengan Rasulullah SAW. Hasan dan Husin menjadi yatim dan para isteri nabi menjadi janda."

Selelah mereka mendengar penjelasan dari Abu Bakar ra. maka sadarlah mereka akan kebenaran kata-kata Abu Bakar ra., lalu mereka menangis dengan sekuat-kuatnya. Tangisan mereka telah didengar oleh para sahabat yang lain, maka mereka pun terus memberitahu Rasulullah SAW tentang apa yang mereka lihat itu. Berkata salah seorang dari para sahabat, "Ya Rasulullah SAW, kami baru kembali dari rumah Abu Bakar ra. dan kami dapati banyak orang menangis dengan suara yang kuat di depan rumah beliau." Apabila Rasulullah SAW mendengar keterangan dari para sahabat, maka berubahlah muka Rasulullah SAW dan dengan bergegas beliau menuju ke rumah Abu Bakar ra.. Setelah Rasulullah SAW sampai di rumah Abu Bakar ra. maka Rasulullah SAW melihat kesemua mereka yang menangis dan bertanya, "Wahai para sahabatku, kenapakah kamu semua menangis?." Kemudian Ali ra. berkata, "Ya Rasulullah SAW, Abu Bakar ra. mengatakan dengan turunnya ayat ini membawa tanda bahwa waktu wafatmu telah dekat. Adakah ini benar ya Rasulullah?." Lalu Rasulullah SAW berkata: "Semua yang dikatakan oleh Abu Bakar ra. adalah benar, dan sesungguhnya waktu untuk aku meninggalkan kamu semua telah dekat".

Setelah Abu Bakar ra. mendengar pengakuan Rasulullah SAW, maka ia pun menangis sekuat tenaganya sehingga ia jatuh pingsan. Sementara 'Ukasyah ra. berkata kepada Rasulullah SAW, 'Ya Rasulullah, waktu itu saya anda pukul pada tulang rusuk saya. Oleh itu saya hendak tahu apakah anda sengaja memukul saya atau hendak memukul unta baginda." Rasulullah SAW berkata: "Wahai 'Ukasyah, Rasulullah SAW sengaja memukul kamu." Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada Bilal ra., "Wahai Bilal, kamu pergi ke rumah Fathimah dan ambilkan tongkatku ke mari." Bilal keluar dari masjid menuju ke rumah Fathimah sambil meletakkan tangannya di atas kepala dengan berkata, "Rasulullah telah menyediakan dirinya untuk dibalas [diqishash]."

Setelah Bilal sampai di rumah Fathimah maka Bilal pun memberi salam dan mengetuk pintu. Kemudian Fathimah ra. menyahut dengan berkata: "Siapakah di pintu?." Lalu Bilal ra. berkata: "Saya Bilal, saya telah diperintahkan oleh Rasulullah SAW unluk mengambil tongkat beliau."Kemudian Fathimah ra. berkata: "Wahai Bilal, untuk apa ayahku minta tongkatnya." Berkata Bilal ra.: "Wahai Fathimah, Rasulullah SAW telah menyediakan dirinya untuk diqishash." Bertanya Fathimah ra. lagi: "Wahai Bilal, siapakah manusia yang sampai hatinya untuk menqishash Rasulullah SAW?" Bilal ra. tidak menjawab perlanyaan Fathimah ra., Setelah Fathimah ra. memberikan tongkat tersebut, maka Bilal pun membawa tongkat itu kepada Rasulullah SAW Setelah Rasulullah SAW menerima tongkat tersebut dari Bilal ra. maka beliau pun menyerahkan kepada 'Ukasyah.

Melihatkan hal yang demikian maka Abu Bakar ra. dan Umar ra. tampil ke depan sambil berkata: "Wahai 'Ukasyah, janganlah kamu qishash baginda SAW tetapi kamu qishashlah kami berdua." Apabila Rasulullah SAW mendengar kata-kata Abu Bakar ra. dan Umar ra. maka dengan segera beliau berkata: "Wahai Abu Bakar, Umar dudukiah kamu berdua, sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan tempatnya untuk kamu berdua." Kemudian Ali ra. bangun, lalu berkata, "Wahai 'Ukasyah! Aku adalah orang yang senantiasa berada di samping Rasulullah SAW oleh itu kamu pukullah aku dan janganlah kamu menqishash Rasulullah SAW" Lalu Rasultillah SAW berkata, "Wahai Ali duduklah kamu, sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan tempatmu dan mengetahui isi hatimu." Setelah itu Hasan dan Husin bangun dengan berkata: "Wahai 'Ukasyah, bukankah kamu tidak tahu bahwa kami ini adalah cucu Rasulullah SAW, kalau kamu menqishash kami sama dengan kamu menqishash Rasulullah SAW" Mendengar kata-kata cucunya Rasulullah SAW pun berkata, "Wahai buah hatiku duduklah kamu berdua." Berkata Rasulullah SAW "Wahai 'Ukasyah pukullah saya kalau kamu hendak memukul."

Kemudian 'Ukasyah berkata: "Ya Rasulullah SAW, anda telah memukul saya sewaktu saya tidak memakai baju." Maka Rasulullah SAW pun membuka baju. Setelah Rasulullah SAW membuka baju maka menangislah semua yang hadir. Setelah 'Ukasyah melihat tubuh Rasulullah SAW maka ia pun mencium beliau dan berkata, "Saya tebus anda dengan jiwa saya ya Rasulullah SAW, siapakah yang sanggup memukul anda. Saya melakukan begini adalah sebab saya ingin menyentuh badan anda yang dimuliakan oleh Allah SWT dengan badan saya. Dan Allah SWT menjaga saya dari neraka dengan kehormatanmu." Kemudian Rasulullah SAW berkata, "Dengarlah kamu sekalian, sekiranya kamu hendak melihat ahli syurga, inilah orangnya." Kemudian semua para jemaah bersalam-salaman atas kegembiraan mereka terhadap peristiwa yang sangat genting itu. Setelah itu para jemaah pun berkata, "Wahai 'Ukasyah, inilah keuntungan yang paling besar bagimu, engkau telah memperolehi derajat yang tinggi dan bertemankan Rasulullah SAW di dalam syurga."

Apabila ajal Rasulullah SAW makin dekat maka beliau pun memanggil para sahabat ke rumah Aisyah ra. dan beliau berkata: "Selamat datang kamu semua semoga Allah SWT mengasihi kamu semua, saya berwasiat kepada kamu semua agar kamu semua bertaqwa kepada Allah SWT dan mentaati segala perintahnya. Sesungguhnya hari perpisahan antara saya dengan kamu semua hampir dekat, dan dekat pula saat kembalinya seorang hamba kepada Allah SWT dan menempatkannya di syurga. Kalau telah sampai ajalku maka hendaklah Ali yang memandikanku, Fadhl bin Abbas hendaklah menuangkan air dan Usamah bin Zaid hendaklah menolong keduanya. Setelah itu kamu kafanilah aku dengan pakaianku sendiri apabila kamu semua menghendaki, atau kafanilah aku dengan kain yaman yang putih. Apabila kamu memandikan aku, maka hendaklah kamu letakkan aku di atas balai tempat tidurku dalam rumahku ini. Setelah itu kamu semua keluarlah sebentar meninggalkan aku. Pertama yang akan menshalatkan aku ialah Allah SWT, kemudian yang akan menshalat aku ialah Jibril AS, kemudian diikuti oleh malaikat Israfil, malaikat Mikail, dan yang akhir sekali malaikat lzrail berserta dengan semua para pembantunya. Setelah itu baru kamu semua masuk bergantian secara berkelompok bershalat ke atasku."

Setelah para sahabat mendengar ucapan yang sungguh menyayat hati itu maka mereka pun menangis dengan nada yang keras dan berkata, "Ya Rasulullah SAW anda adalah seorang Rasul yang diutus kepada kami dan untuk semua, yang mana selama ini anda memberi kekuatan dalam penemuan kami dan sebagai penguasa yang menguruskan perkara kami. Apabila anda sudah tiada nanti kepada siapakah akan kami tanya setiap persoalan yang timbul nanti?." Kemudian Rasulullah SAW berkata, "Dengarlah para sahabatku, aku tinggalkan kepada kamu semua jalan yang benar dan jalan yang terang, dan telah aku tinggalkan kepada kamu semua dua penasihat yang satu daripadanya pandai bicara dan yang satu lagi diam saja. Yang pandai bicara itu ialah Al-Quran dan yang diam itu ialah maut. Apabila ada sesuatu persoalan yang rumit di antara kamu, maka hendaklah kamu semua kembali kepada Al-Quran dan Hadis-ku dan sekiranya hati kamu itu berkeras maka lembutkan dia dengan mengambil pelajaran dari mati."

Setelah Rasulullah SAW berkata demikian, maka sakit Rasulullah SAW bermula. Dalam bulan safar Rasulullah SAW sakit selama 18 hari dan sering diziaiahi oleh para sahabat. Dalam sebuah kitab diterangkan bahwa Rasulullah SAW diutus pada hari Senin dan wafat pada hari Senin. Pada hari Senin penyakit Rasulullah SAW bertambah berat, setelah Bilal ra. menyelesaikan azan subuh, maka Bilal ra. pun pergi ke rumah Rasulullah SAW. Sesampainya Bilal ra. di rumah Rasulullah SAW maka Bilal ra. pun memberi salam, "Assalaarnualaika ya rasulullah." Lalu dijawab oleh Fathimah ra., "Rasulullah SAW masih sibuk dengan urusan beliau." Setelah Bilal ra. mendengar penjelasan dari Fathimah ra. maka Bilal ra. pun kembali ke masjid tanpa memahami kata-kata Fathimah ra. itu. Apabila waktu subuh hampir hendak lupus, lalu Bilal pergi sekali lagi ke rumah Rasulullah SAW dan memberi salam seperti permulaan tadi, kali ini salam Bilal ra. telah di dengar oleh Rasulullah SAW dan baginda berkata, "Masuklah wahai Bilal, sesungguhnya penyakitku ini semakin berat, oleh itu kamu suruhlah Abu Bakar mengimamkan shalat subuh berjemaah dengan mereka yang hadir." Setelah mendengar kata-kata Rasulullah SAW maka Bilal ra. pun berjalan menuju ke masjid sambil meletakkan tangan di atas kepala dengan berkata: "Aduh musibah."

Setelah Bilal ra. sarnpai di masjid maka Bilal ra. pun memberitahu Abu Bakar tentang apa yang telah Rasulullah SAW katakan kepadanya. Abu Bakar ra. tidak dapat menahan dirinya apabila ia melihat mimbar kosong maka dengan suara yang keras Abu Bakar ra. menangis sehingga ia jatuh pingsan. Melihatkan peristiwa ini maka riuh rendah tangisan sahabat dalam masjid, sehingga Rasulullah SAW bertanya kepada Fathimah ra.; "Wahai Fathimah apakah yang telah berlaku?." Maka Fathimah ra. pun berkata: "Kekecohan kaum muslimin, sebab anda tidak pergi ke masjid." Kemudian Rasulullah SAW memanggil Ali ra. dan Fadhl bin Abas ra., lalu Rasulullah SAW bersandar kepada kedua mereka dan terus pergi ke masjid. Setelah Rasulullah SAW sampai di masjid maka beliau pun bershalat subuh bersama dengan para jemaah.

Setelah selesai shalat subuh maka Rasulullah SAW pun berkata, "Wahai kaum muslimin, kamu semua senantiasa dalam pertolongan dan pemeliharaan Allah, oleh itu hendaklah kamu semua bertaqwa kepada Allah SWT dan mengerjakan segala perintahnya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan dunia ini dan kamu semua, dan hari ini adalah hari pertama aku di akhirat dan hari terakhir aku di dunia." Setelah berkata demikian maka Rasulullah SAW pun pulang ke rumah beliau. Kemudian Allah SWT mewahyukan kepada malaikat lzrail AS, "Wahai lzrail, pergilah kamu kepada kekasihku dengan sebaik-baik rupa, dan apabila kamu hendak mencabut ruhnya maka hendaklah kamu melakukan dengan cara yang paling lembut sekali. Apabila kamu pergi ke rumahnya maka minta izinlah lerlebih dahulu, kalau ia izinkan kamu masuk, maka masukiah kamu ke rumahnya dan kalau ia tidak mengizinkan kamu masuk maka hendaklah kamu kembali padaku."

Setelah malaikat lzrail mendapat perintah dari Allah SWT maka malaikal lzrail pun turun dengan menyerupai orang Arab Badwi. Setelah malaikat lzrail sampai di depan rumah Rasulullah SAW maka ia pun memberi salam, "Assalaamu alaikum yaa ahla baitin nubuwwati wa ma danir risaalati a adkhulu?" (Mudah-mudahan keselamatan tetap untuk kamu semua sekalian, wahai penghuni rumah nabi dan sumber risaalah, bolehkan saya masuk?) Apabila Fathimah mendengar orang memberi salam maka ia-pun berkata; "Wahai hamba Allah, Rasulullah SAW sedang sibuk sebab sakitnya yang semakin berat." Kemudian malaikat lzrail berkata lagi seperti dipermulaannya, dan kali ini seruan malaikat itu telah didengar oleh Rasulullah SAW dan Rasulullah SAW bertanya kepada Fathimah ra., "Wahai Fathimah, siapakah di depan pintu itu." Maka Fathimah ra. pun berkata, "Ya Rasulullah, ada seorang Arab badwi memanggil mu, dan aku telah katakan kepadanya bahwa anda sedang sibuk sebab sakit, sebaliknya dia memandang saya dengan tajam sehingga terasa menggigil badan saya." Kemudian Rasulullah SAW berkata; "Wahai Fathimah, tahukah kamu siapakah orang itu?." Jawab Fathimah,"Tidak ayah." "Dia adalah malaikat lzrail, malaikat yang akan memutuskan segala macam nafsu syahwat yang memisahkan perkumpulan-perkumpulan dan yang memusnahkan semua rumah serta meramaikan kubur." Fathimah ra. tidak dapat menahan air matanya lagi setelah mengetahui bahwa saat perpisahan dengan ayahandanya akan berakhir, dia menangis sepuas-puasnya. Apabila Rasulullah SAW mendengar tangisan Falimah ra. maka beliau pun berkata: "Janganlah kamu menangis wahai Fathimah, engkaulah orang yang pertama dalam keluargaku akan bertemu dengan aku." Kemudian Rasulullah SAW pun mengizinkan malaikat lzrail masuk. Maka malaikat lzrail pun masuk dengan mengucap, "Assalamuaalaikum ya Rasulullah." Lalu Rasulullah SAW menjawab: "Wa alaikas saalamu, wahai lzrail engkau datang menziarahi aku atau untuk mencabut ruhku?" Maka berkata malaikat lzrail: "Kedatangan saya adalah untuk menziarahimu dan untuk mencabut ruhmu, itupun kalau engkau izinkan, kalau engkau tidak izinkan maka aku akan kembali." Berkata Rasulullah SAW, "Wahai lzrail, di manakah kamu tinggalkan Jibril?" Berkata lzrail: "Saya tinggalkan Jibril di langit dunia, para malaikat sedang memuliakan dia." Tidak beberapa lama kemudian Jibril AS pun turun dan duduk di dekat kepala Rasulullah SAW.

Apabila Rasulullah SAW melihat kedatangan Jibril AS maka Rasulullah SAW pun berkata: "Wahai Jibril, tahukah kamu bahwa ajalku sudah dekat" Berkata Jibril AS, "Ya aku tahu." Rasulullah SAW bertanya lagi, "Wahai Jibril, beritahu kepadaku kemuliaan yang menggembirakan aku disisi Allah SWT" Berkata Jibril AS, "Sesungguhnya semua pintu langit telah dibuka, para malaikat bersusun rapi menanti ruhmu dilangit. Kesemua pintu-pintu syurga telah dibuka, dan kesemua bidadari sudah berhias menanti kehadiran ruhmu." Berkata Rasulullah SAW: "Alhamdulillah, sekarang kamu katakan pula tentang umatku di hari kiamat nanti." Berkata Jibril AS, "Allah SWT telah berfirman yang bermaksud,

"Sesungguhnya aku telah melarang semua para nabi masuk ke dalam syurga sebelum engkau masuk terlebih dahulu, dan aku juga melarang semua umat memasuki syurga sebelum umatmu memasuki syurga."
Berkata Rasulullah SAW: "Sekarang aku telah puas hati dan telah hilang rasa susahku." Kemudian Rasulullah SAW berkata: "Wahai lzrail, mendekatlah kamu kepadaku." Selelah itu Malaikat lzrail pun memulai tugasnya, apabila ruh beliau sampai pada pusat, maka Rasulullah SAW pun berkata: "Wahai Jibril, alangkah dahsyatnya rasa mati." Jibril AS mengalihkan pandangan dari Rasulullah SAW apabila mendengar kata-kata beliau itu. Melihatkan telatah Jibril AS itu maka Rasulullah SAW pun berkata: "Wahai Jibril, apakah kamu tidak suka melihat wajahku?" Jibril AS berkata: "Wahai kekasih Allah, siapakah orang yang sanggup melihat wajahmu dikala kamu dalam sakaratul maut?" Anas bin Malik ra. berkata: "Apabila ruh Rasulullah SAW telah sampai di dada beliau telah bersabda,

"Aku wasiatkan kepada kamu agar kamu semua menjaga shalat dan apa-apa yang telah diperintahkan ke atasmu."
Ali ra. berkata: "Sesungguhnya Rasulullah SAW ketika menjelang saat-saat terakhir, telah mengerakkan kedua bibir beliau sebanyak dua kali, dan saya meletakkan telinga, saya dengan Rasulullah SAW berkata: "Umatku, umatku." Telah bersabda Rasulullah SAW bahwa: "Malaikat Jibril AS telah berkata kepadaku; "Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan sebuah laut di belakang gunung Qaf, dan di laut itu terdapat ikan yang selalu membaca selawat untukmu, kalau sesiapa yang mengambil seekor ikan dari laut tersebut maka akan lumpuhlah kedua belah tangannya dan ikan tersebut akan menjadi batu."

Curahan hati


kalau anda berpikir judul di atas adalah kepanjangan dari "SAK KAREP KU".yang saya maksud adalah curahan hati dan humor.
Iya, terima kasih atas kecanggihan internet yang memungkinkan kita mengunduh materi apa saja yang ada di sana. Karena keajaiban unduh-mengunduh itulah saya bisa mendengar acara Curanmor yang sukses membuat saya, selama seminggu terakhir, ketawa setiap hari sampai mengejan-ejan tiada henti.
Awalnya sih terkesan kampungan saat memutar MP3 acara ini di laptop. Perasaan yang sama juga pernah mendera saya saat menyaksikan berita di salah satu stasiun televisi. Gimana ya, seolah-olah mereka yang menganut paham hedonisme, modernisme, dan pecinta arus globalisasi tidak sepatutnya menyaksikan atau menyimak acara berbahasa daerah seperti itu. Ngapak Banyumasan pula. Waduh...pokoke ndeso banget lah.